Selasa, 02 Oktober 2012

Sejarah Industri Rokok di Indonesia

What is that thing you’re smoking, Sir?” tanya seorang tamu kepada Agus Salim dalam sebuah jamuan diplomatik di London. Pasalnya dari bibir Duta Besar pertama Indonesia untuk Kerajaan Inggris ini keluar asap putih tebal dengan aroma khas menusuk bagi mereka yang berada di sekitarnya. Dengan diplomatis Agus Salim menjawab, “is the reason for which the West conquered the world”. Waktu itu Agus Salim memang sedang menghisap rokok kretek, rokok khas Indonesia yang terkenal karena kombinasi bahan dan rasanya.

Kretek memang berbeda dengan jenis rokok lainnya. Disamping hanya menggunakan tembakau, kretek juga menggunakan dua unsur tambahan yang unik yakni cengkih dan saus. Perpaduan di antara unsur-unsur tersebut telah sukses memberikan makna baru bagi rokok khas Indonesia. Kini, kretek telah menjadi nama generik bagi semua jenis rokok yang beredar di Indonesia. Bahkan, sebagian besar orang tidak lagi mengetahui apa bedanya antara ”rokok” dan ”rokok kretek”. Masyarakat cenderung memandang keduanya identik; ketika membelinya di warung, seseorang tidak akan mengatakan bahwa ia membeli rokok kretek, namun cukup hanya rokok. 


Namun jika ditanya rasanya, barulah konsumen memahami perbedaan di antara keduanya. Misalnya, antaraMarlboro dan Dji Sam Soe. Mungkin hanya dibutuhkan satu hisapan untuk dapat mendefinsikan karakter rasa kedua merek tersebut, meskipun tetap sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata.
Sejak pertama ditemukan di Kudus sekitar 200 tahun yang lalu, kretek kini telah berkembang menjadi sebuah entitas industri besar yang melayani tidak hanya konsumen lokal namun juga pasar luar negeri. Dibandingkan dengan komoditas lokal lain, seperti batik dan jamu, kretek adalah yang terdepan dalam hal skala industri dan kapitalisasi. Sejumlah perusahaan kretek besar yang tumbuh di Indonesia tercatat memiliki kontribusi signifikan bagi pendapatan negara. Sejak mulai marak berdiri awal abad 20, perusahaan-perusahaan kretek tersebut sudah memiliki peran besar dalam perjalanan negara terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. Terlebih, industri kretek memiliki basis bahan baku dan pasar di dalam negeri sehingga ia sedikit banyak merepresentasi keunggulan kompetitif negara dihadapan produk-produk impor sejenis.
Sekarang rokok menjadi pemandangan umum di ruang publik. Tidak perlu susah mencari untuk dapat menemukan adanya perokok kretek di sekitar Anda. Apakah itu di kantin ketika makan siang, di break room ketika suntuk dengan pekerjaan, atau di halte ketika sedang menunggu bus, asap putih dengan aroma khas nampak selalu hadir menyatu dengan udara. Kretek memang khas, ia ada di jari semua perokok, tapi kapan sebenarnya rokok jenis ini mulai ada di Indonesia? Seperti apa perjalanannya hingga bisa menjadi industri besar layaknya sekarang?
Untuk menjawabnya kita harus melihat lebih jauh ke belakang yakni ke era di mana rokok kali pertama ditemukan di Indonesia dan seperti apa evolusinya hingga akhirnya menjadi rokok kretek. Di bagian akhir tulisan, kita akan menemukan bahwa rokok—seperti juga teh dan jamu—bisa  berkembang menjadi sebuah industri besar disebabkan akar kulturalnya yang dalam di masyarakat.
Mengenai kisah rokok Agus Salim ini bisa dilihat di Mark Hanusz, Kretek; Cultural and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes, p.3.Tulisan diambil dari buku “4G Marketing:90 Year Journey of Creating Everlasting Brands” Diterbitkan oleh MarkPlus Publishing, Tahun 2005. Sumber: The Marketeers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar